BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Ganti Kerugian dalam hukum perdata diakibatkan oleh 2
hal:
1.
Wanprestasi (karena perjanjian)
2.
Perbuatan Melanggar Hukum yang merupakan ganti rugi karena pelanggaran
hukum. Aturan-aturan mengenai perbuatan melawan hukum dijumpai di pasal
1365 sampai 1380 KUH Perdata.
Pasal 1365
KUHPerdata : “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut”.
Pasal 1366 KUHPerdata
: “Setiap
orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang diesbabkan karena kelalaian atau
kurang hati-hatinya”.
Pitlo
berpendapat bahwa undang-undang kita tidak memberikan dasar yang
cukup kuat untuk kita katakan, bahwa tuntutan ganti rugi hanya dapat
dikemukakan dalam sejumlah uang tertentu. Alasan pokoknya sebenarnya adalah
bahwa berpegang pada prinsip seperti itu banyak kesulitan-kesulitan dapat
dihindarkan. Anehnya, kalau ganti rugi itu berkaitan dengan onrechtmatige
daad, maka syarat “dalam wujud sejumlah uang” tidak berlaku, karena Hoge
Raad dalam kasus seperti itu membenarkan tuntutan ganti rugi dalam wujud
lain.
Walaupun demikian
hal itu tidak berarti, bahwa untuk setiap tuntutan ganti rugi kreditur harus
membuktikan adanya kepentingan yang mempunyai nilai uang. Hal itu akan tampak
sekali pada perikatan untuk tidak melakukan sesuatu, dimana pelanggarannya
biasanya menimbulkan kerugian yang sebenarnya tidak dapat dinilai dengan uang.
Sering pula muncul pada tuntutan ganti rugi atas dasar
onrechtmatige daad. Namun adanya ganti rugi atas kepentingan yang tidak
dapat dinilai dengna uang, secara tegas-tegas diakui, seperti pada pasal 1601w
KUHPerdata yang menyatakan bahwa :
“ Jika salah satu pihak dengan sengaja atau karena
salahnya telah berbuat melawan dengan salah satu kewajibannya dan kerugian yang
karenanya diderita oleh pihak lawan tidak dapat dinilaikan dengan uang, maka
Hakim akan menetapkan suatu jumlah uang menurut keadilan, sebagai ganti rugi”.
Lebih dari itu Pitlo secara tegas
mengatakan bahwa kehilangan kesempatan menikmati kesegaran hidup (gederfde
levensvreugde) dapat menjadi dasar untuk tuntutan ganti rugi.
Moegni Djojodordjo dalam bukunya “Perbuatan Melawan Hukum” menerangkan
bahwa perbuatan melawan hukum mencakup juga pelanggaran terhadap hak subjektif
orang lain, dengan kata lain perbuatan melawan hukum adalah berbuat atau tidak
berbuat yang bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku atau melanggar
subjektif orang lain pasal 1365 KUHPerdata diatas, mengatur tentang pertanggung
jawaban yang diakibatkan oleh perbuatan
melawan hukum baik karena berbuat (positif=
culpa in committendo) atau karena tidak berbuat (pasif = culpa in ommittendo). Sedangkan pasal 1366 KUHPerdata
mengatur pertanggungjawaban yang diakibatkan oleh kesalahan karena kelalaian (onrechtmatige natalen)
Unsur yang harus dibuktikan dalam Pasal 1365 KUH
Perdata tersebut adalah:
a. Perbuatan yang Melawan Hukum
Pengertian hukum diatas adalah pengertian hukum dalam
arti luas, bukan sekedar peratuan perundang-undangan. Rachmat Setiawan
mengatakan bahwa “perbuatan melawan hukum yaitu tidak hanya jika melawan
kewajiban hukum tertulis, tetapi juga jika melanggar itikad baik yang berlaku
di masyarakat”
b.
Unsur Kesalahan
Dalam hukum
perdata, kesalahan dalam bentuk kesengajaan (dolus) ataupun kelalaian (culpa)
memiliki akibat yang sama, tidak seperti hukum pidana yang memiliki gradasi kesengajaan
akan berdampak ancaman hukuman lebih berat daripada kealpaan. Seseorang
dikatakan bersalah jika ia telah melakukan apa yang seharusnya tidak ia
lakukan, atau tidak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Adapun perbuatan
itu tidak terlepas dari tolak ukur berikut:
c.
Unsur Kerugian
Kerugian
yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kerugian yang timbul akibat dari
perbuatan melawan hukum. Kerugian ini ada yang bersifat materiil dan/atau
immaterial, sehingga dapat meliputi:
1. biaya, misalnya
pengobatan akibat terperosok lubang ketika berjalan kaki karena tak ada
angkutan atau macet dimana-mana
2. kerugian yang nyata, misalnya
ongkos taksi yang berlebih
3. Kerugian tidak nyata, misalnya
kehilangan waktu efektif dengan keluarga (immaterial)
4.
kehilangan keuntungan yang diharapkan, misalnya terlambat meeting yang
bernilai uang, atau gagal mendapatkan pekerjaan karena terlambat yang yang
diakibatkan kemacetan.
d.
Adanya Sebab Akibat
Diperlukan adanya hubungan sebab akibat antara suatu
perbuatan yang mengandung unsur kesalahan dan kerugian sebagai akibat dari
perbuatan tersebut. Cara membuktikannya adalah dengan membuktikan jika tidak
ada perbuatan tersebut maka tidak akan ada kerugian tersebut. Untuk memenuhi
persyaratan ini, dalam praktek peradilan dikembangkan teori “adequate
veroorzaking” yang dikemukakan oleh Von Kries. Teori ini mengatakan bahwa
yang dianggap sebagai sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia
yang normal, sepatutnya dapat menimbulkan akibat, dalam hal ini adalah
kerugian.
Dari uraian diatas perbuatan melawan hukum telah
diartikan secara luas yang mencakup dari perbuatan-perbuatan
atau ktriteria perbuatan melawan hukum :
1.
Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain
2.
Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya
sendiri
3.
Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan
4.
Perbuatan yang bertentangan dengan kehati hatian atau
keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.
Dalam pasal 1246
KUHPerdata menyebutkan :
“ biaya, rugi
dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan penggantiannya,
terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang
sedianya harus dapat dinikmatinya, dengan tak mengurangi
pengecualian-pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan disebut di bawah
ini.”
Menurut Abdulkadir
Muhammad, dari pasal 1246 KUHPerdata tersebut, dapat ditarik
unsur-unsur ganti rugi adalah sebagai berikut :
(a) Ongkos-ongkos atau
biaya-biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya ongkos cetak, biaya
meterai, biaya iklan.
(b) Kerugian karena kerusakan, kehilangan ata
barng kepunyaan kreditur akibat kelalaian debitur (damages). Kerugian di
sini adalah yang sungguh-sungguh diderita, misalnya busuknya buah-buahan karena
keterlambatan penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah konstruksi
sehingga merusakkan perabot rumah tangga, lenyapnya barang karena terbakar.
(c)
Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur lalai,
kreditur kehilangan keutungan yang diharapkannya. Misalnya A akan menerima
beras sekian ton dengna harga pembelian Rp. 250,00 per kg. Sebelum beras
diterima, kemudian A menawarkan lagi kepada C dengan harga Rp. 275,00 per kg.
Setelah perjanjian dibuat, ternyata beras yang diharapkan diterima pada
waktunya tidak dikirim oleh penjualnya. Di sini A kehilangan keutungan yang
diharapkan Rp. 25,00 per kg.6
Purwahid Patrik lebih memperinci lagi
unsur-unsur kerugian. Menurut Patrik,
kerugian terdiri dari dua unsur :
a. Kerugian yang nyata diderita (damnum emergens) meliputi biaya
dan rugi
b. Keutungan yang tidak peroleh (lucrum cessans) meliputi bunga.
Kadang-kadang
kerugian hanya merupakan kerugian yang diderita saja, tetapi kadang-kadang
meliputi kedua-dua unsur tersebut.
Satrio
melihat bahwa unsur-unsur ganti rugi adalah :
a.
Sebagai pengganti daripada kewajiban prestasi perikatannya; untuk mudahnya
dapat kita sebut “prestasi pokok”
perikatannya, yaitu apa yang ditentukan dalam perikatan yang bersangkutan, atau
b. Sebagian dari kewajiban perikatan pokoknya, seperti kalau
ada prestasi yang tidak sebagaimana mestinya, tetapi kreditur mau menerimanya
dengan disertai penggantian kerugian, sudah
tentu dengan didahului protes atau disertai ganti rugi atas dasar cacat
tersembunyi ;
c. Sebagai
pengganti atas kerugian yang diderita oleh kreditur oleh karena keterlambatan
prestasi dari kreditur, jadi suatu ganti rugi yang dituntut oleh kreditur di
samping kewajiban perikatannya ;
d. Kedua-duanya sekaligus; jadi sini
dituntut baik pengganti kewajiban prestasi pokok perikatannya maupun ganti rugi
keterlambatannya.
B.
Akibat
Perbuatan Melawan Hukum dan Kosekwensi
Yuridis Dalam Hal Timbulnya Perbuatan Melawan Hukum.
Akibat dari
perbuatan melawan hukum mengakibatkan orang lain mengalami kerugian, kerugian
yang dimaksut mewajibkan kepada orang-orang yang melakukan perbuatan melawan
hukum untuk menggantikan kerugian yang dibulkan karena perbuatannya.
Pada
hakikatnya ditinjau dari segi yuridis ganti kerugian dalam hukum sesebabkan karena Wanprestasi dan adanya
Perbuatan Melawan Hukum. Banyak persamaan anatara dan konsep ganti rugi karena
wanprestasi kontrak dengan konseb ganti rugi karena perbuatan melawan hukum
akan tetapi, perbedaan juga banyak.
Ada juga
konsep ganti rugi yang dapat diterima d alam sistem ganti rugi karena perbuatan
melawan hukum, tetapi terlalu keras.jika diberlakukan terhadap ganti karena
wanprestasi kontrak misalnya ganti rugi
yang menghukum (punitive damages) yang dapat diterima dengan baik dalam
ganti rugi karena perbuatan melawan hkum, tetapi ada prinsipnya sulit diterima dalam ganti rugi karena wanprestasi
kontrak.
Ganti rugi
dalam bentuk menghukum ini adalah ganti rugi yang harus diberikan kepada korban
dalam jumlah yang melebihi dari kerugian yang sebenarnya.ini dimaksutkan untuk
menghukum pihak pelakku perbuatan melawan hukum tersebut. Karena jumlahnya
melebihi dari kerugian yang nyata diderita, maka untuk ganti rugi menghukum ini
sering disebut juga “uangcerdik” (smart money).
Bentuk ganti
rugi dari perbuatan melawan hukum yang kenal oleh hukum adalah sebagai berikut
:
1.
Ganti rugi Nominal.
Jika adanya perbuatan melawan hukum
serius seperti perbuatan, yang mengan dung unsur kesengajaan.tetapi tidak
menimbulkan kerugian yang nyata bagi korban maka kepada korban dapat diberikan
sejumlah uang tertentu sesuai dengan keadilan tanpa menghitung berapa kerugian
tersebut inilah yang disebut dengan ganti rugi nominal.
2.
Ganti rugi Kompensasi
Ganti rugi Kompensasi (compensatory damages) merupakan
ganti rugi yang merupakan pembayaran pada korban atas dan sebesar kerugian yang
benar-benar yang dialami oleh pihak korban dari suatu perbuatan melawan hukum.
Karena itu, ganti rugi seperti ini disebut juga dengan ganti rugi aktual.
Misalnya, ganti rugi atas segala biaya yang dikeluarkan oleh korban, kehilangan
keuntungan/ gaji, sakit dan penderitaan, termasuk penderitaan mental seperti
stres, malu, jatuh nama baik, dan lain-lain.
3.
Ganti rugi penghukuman
Ganti rugi penghukuman (Punitive damages) merupakan
seb satu ganti rugi dalam jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang
sebenarnya. Besarnya jumlah ganti rugi tersebut sebagai hukuman bagi sipelaku.
Ganti rugi penghukuman ini layak diterapkan terhadap kasus-kasus kesengajaan
yan berat atau sadis. Misalnya
diterapkan terhadap penganiayaan berat atas seorang tanpa rasa kemanusiaan. Bila
ganti rugi karena perbuatan melawan hukum berlakunya lebih keras. Sedangkan
ganti rugi akibatkontrak lebih lembut, itu adalah merupakan salah satu ciri
dari hukum dizaman modern.
Akibat perbuatan melawan hukum diatur pada Pasal 1365
sampai denan 1367 KUHPerdata sebagai berikut:
Menurut Pasal 1365
KUHPerdata dikutip bunyinya:
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian.
Sedangkan Pasal 1366 KUHPerdata, menyebutkan:
Setiap orang bertanggung-jawab tidak saja
untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian
yang diesbabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.
Lebih lanjut, Pasal 1367 KUHPerdata, menyebutkan:
Seorang tidak saja bertanggung-jawab untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh
orang-orang yang berada di bawah pengawasannya dst.
Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan hukum,
sebagaimana telah disinggung diatas, dapat berupa penggantian kerugian materiil
dan immateriil. Lajimnya, dalam praktek penggantian kerugian dihitung dengan
uang , atau disetarakan dengan uang disamping adanya tuntutan penggantian benda
atau barang-barang yang dianggap telah mengalami kerusakan/perampasan sebagai
akibat adanya perbuatan melawan hukum pelaku.
Jika mencermati perumusan ketentuan pasla 1365 KUHPerdata, secara limitatif
menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian dalam hal terjadinya suatu
perbuatan melawan hukum bersifat wajib. Bahkan, dalam berbagai kasus yang
mengemuka di pengadilan, hakim seringkali secara ex-officio menetapkan
penggantian kerugian meskipun pihak korban tidak menuntut kerugian yang
dimaksudkan.
Secara teoritis penggantian kerugian sebagai akibat dari suatu perbuatan
melawan hukum diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu : kerugian yang
bersifat actual (actual loss) dan kerugian yang akan datang. Dikatakan kerugian
yang bersifat actual adalah kerugian yang mudah dilihat secara nyata atau
fisik, baik yang bersifat materiil dan immateriil. Kerugian ini didasarkan pada
hal-hal kongkrit yang timbul sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum dari
pelaku. Sedangkan kerugian yang bersifat dimasa mendatang adalah kerugian-kerugian
yang dapat diperkirakan akan timbul dimasa mendatang akibat adanya perbuatan
melawan hukum dari pihak pelaku. Kerugian ini seperti pengajuan tuntutan
pemulihan nama baik melalui pengumuman di media cetak dan atau elektronik
terhadap pelaku. Ganti kerugian dimasa mendatang ini haruslah didasarkan pula
pada kerugian yang sejatinya dapat dibayangkan dimasa mendatang dan akan
terjadi secara nyata.
BAB III
PENUTUP
Ganti
rugi sebagai akibat pelanggaran norma, dapat disebabkan karena wanprestasi yang
merupakan perikatan bersumber perjanjian dan perbuatan melawan hukum yang
merupakan perikatan bersumber undang-undang. Ganti rugi sebagai akibat
wanprestasi yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat juga
diberlakukan bagi ganti rugi sebagai akibat perbuatan melawan hukum. Mengingat
adanya bentuk kerugian materiil dan imateriil, maka wujud ganti rugi dapat
berupa natura (sejumlah uang) maupun innatura.
Menurut Pasal 1365 KUHPerdata dikutip bunyinya:
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti
kerugian.
Sedangkan Pasal 1366 KUHPerdata, menyebutkan:
Setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang diesbabkan karena
kelalaian atau kurang hati-hatinya.
dari uraian pasal diatas dapat disimpulkan bahwa tiada suatu perbuatan yang
dapat dituntut kecuali karena timbulnya kerugian, dan undang-undang mewajibkan
setiap orang menggantikan kerugian karena adanya perbuatan yang mengakibatkan
kerugian pada orang lain, baik karena Wanprestasi maupun karena perbuatan
melawan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Patrik
Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994
2. Djojodordjo
Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979.
3.
Fuady Munir,
Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Citra Aditia, 2005.
4. Muhammad
Abdulkadir, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung,1982
5. Miru
Ahmadi, Hukum Kontrak dan Pelaksanaan Kontrak, Raja Wali Pers, Bandung 2007.
6.
Satrio J., Hukum Perikatan (Perikatan
Pada Umumnya), Alumni, Bandung, 1999.
http://www.wearemania.net/aremania-voice/2067-apakah-yang-dimaksud-perbuatan-melawan-hukum.